
Kini di era digital media televisi mulai menghadapi tantangan dari media internet. Kini sejumlah masyrakat memilih untuk menggunakan internet yang lebih cepat serta lebih efisien. Menonton siaran televisi, musik video atau lainnya bisa dengan mudah disaksikan lewat web youtube. Sedangkan untuk memperharui informasi berita mereka bisa membaca lewat media online.
Kemudian di tahun 2009 Amerika Serikat mulai menggunakan system siaran tv digital yang menghadirkan ratusan chanel bagi para penonton. Namun penerapan system tv digital di AS pun banyak menimbulkan problem. Kurangnya informasi kepada masyrakat membuat mereka kebingungan, mereka tidak mengerti bagaimana cara untuk mendapatkan converter atau set up box untuk dipasang ke tv analog, serta jika mereka telah memasang converter namun tidak bisa juga mendpatkan sinyal digital. Kemudian kekurangan dari sistem digital adalah ada (1) dan tidak ada (0). Sehingga jika masyarakat di perkotaan yang kebanyakan tinggal di gedung-gedung pencakar langit mereka kesulitan untuk mendapatkan sinyal, sehingga mereka sama sekali tidak bisa mendapatkan siaran televisi (0).
Selain menghasilkan ratusan chanel tv digital juga meghadirkan kualitas tv yang lebih baik dengan resolusi yang lebih tajam dan lebih jernih, layar lebih lebar serta kualitas suara yang lebih baik. High Definition TV atau HDTV yang menghasilkan gambar yang lebih jernih dan lebih lebar.
Tv satelit, digital cable service, digital video recorder, serta video disc semuanya menggunakan sistem penyimpanan data secara digital. Ide untuk memunculkan tv interaktif juga bermunculan, meskipun di tahun 1970an serta 1990an sudah muncul namun tidak mendapatkan respon yang positif. Tv interaktif konsepnya membuat masyarakat ikut berinteraksi dengan menampilkan acara – acara seperti kuis, telpon interaktif dan sebagainya.
Kemudian ada pula internet tv dimana program-program televisi dapat ditonton melalui internet. Sehingga penonton dimudahkan untuk menonton acara favorit mereka dimana saja kapan saja. Hanya perlu menggunakan gadget handphone atau komputer yang memiliki koneksi internet mereka pun dapat dengan mudah menyaksikan acara televisi.
Teknologi terbaru tv adalah penggunaan efek 3 Dimension atau 3 D dimana objek gambar yang dilihat tak hanya bergerak tapi juga terasa lebih nyata dan hidup sehingga penonton seperti dilibatkan dalam gambar tersebut. Konsep tv 3D bermula setelah James Cameroon sukses membuat film Avatar di tahun 2010. Namun tv 3D mengharuskan penonton menggunakan kacamata dan tanpa itu efek 3D tidak dapat dirasakan.
Di Indonesia sistem siaran televisi saat ini masih menggunakan siaran tv analog dimana 10 frekuensi dikuasi oleh perusahaan televisi besar yang juga telah berkonsolidasi menjadi beberapa grup media besar. Konsep tv analog yang free to air, atau bebas tanpa dikenakan biaya bagi masyarakat luas masih digemari masyarakat di Indonesia. Seperti yang terjadi di Amerika Serikat ke 10 saluran tv tersebut didominasi oleh acara hiburan, musik, berita serta olahraga.

Kritik yang hingga kini menyatakan tv menjadi medium yang disia-siakan hal ini bisa dibenarkan tak terkecuali di Indonesia. Beberapa kali Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus menegur para perusahaan media yang dinilai memberikan siaran televisi yang tidak sehat bagi para penonton terutama bagi anak-anak. Adegan kekerasan, pornografi serta lainnya mendominasi siaran di televisi. Mereka menampilkan program televisi yang menarik minat masyrakat dengan rating dan share yang tinggi serta menarik banyak pengiklan. Bahkan di jam utama atau prime time, banyak menampilkan acara yang tak bersahabat dengan penonton terutama anak-anak. Namun walaupun sudah mendapatkan teguran dari KPI acara tersebut masih terus berjalan, meskipun dengan judul program yang berbeda namun dengan konsep yang sama.
Kemudian munculah tv kabel atau tv berlangganan yang menyediakan puluhan atau bahkan ratusan chanel asing yang memberikan beragam jenis program acara bagi beragam level penonton mulai dari anak-anak hingga dewasa. Pengkategorian chanel yang beragam memungkinkan anak-anak untuk menonton acara yang dianggap sesuai dengan umurnya masing-masing. Orang tua pun tak perlu merasa khawatir dengan tontotan yang tidak mendidik, karena ada sistem pengaturan yang dapat diberlakukan bagi anak-anak mereka. Bagi orang dewasa pun tv kabel juga dapat memberikan variasi tontonan program, jika tv analog hanya memberikan acara yang monoton seperti sinetron, reality show, dan acara hiburan lain yang dianggap membosankan atau tidak berkualitas, mereka bisa menikmati acara televisi yang lebih informatif dan mendidik dengan menonton program dokumenter atau chanel berita.
Namun tentunya tidak semua lapisan masyarakat di Indonesia bisa menikmati layanan tv kabel karena harus membayar lebih, dan di beberapa daerah di Indonesia terutama di daerah terpencil mereka belum mendapatkan infrastruktur atau layanan tv berlangganan.
Sedangkan untuk sistem tv digital saat ini keberlangsungannya masih belum jelas. Seperti yang sudah saya tulis dalam response paper sebelumnya mengenai infrastruktur tv digital di Indonesia, banyak kendala yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam mengaplikasikan tv digital. Selain infrastruktur, banyak juga masyarakat yang belum memahami apa itu tv digital. Konsep tv digital tentunya perlu mendapatkan apresiasi karena dapat memberikan layanan program acara yang bervariasi namun regulasi serta infrastruktur belum dapat mengakomodir hal tersebut. Layanan tv digital dengan basis free to air patut diberikan bagi masyrakat di Indonesia.
Pada bulan Maret 2015 lalu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan Asosiasi Jaringan Tv Indonesia (AJTVI) yang menolak pengaplikasian sistem tv digital di Indonesia, serta membatalkan Peraturan Menteri oleh KEMENINFO mengenai tv digital. Sehingga kini tv digital yang sudah beroperasi di beberapa daerah tidak boleh melakukan siaran. Menurut penggugat aturan tv digital tidak bisa dilakukan secara terburu-buru dan tanpa regulasi yang jelas. Sebuah peraturan menteri tidak bisa dijadikan patokan untuk mengaplikasikan tv digital di Indonesia. Keberatan AJTVI juga didukung oleh KPI, yang mengganggap perlu adanya kajian mengenai siaran tv digital.
Selain masalah infrastruktur di Indonesia yang belum memadai faktor bisnis juga menjadi masalah. Selama ini entitas bisnis penyiaran akan merugi, yaitu jika sebelumnya mereka sudah memiliki chanel siaran sendiri mereka harus rela melepas dengan membagi kepada tv lain dan mereka pun harus membayar jika mau menggunakan saluran. Lalu kedua, jika nantinya penyiaran televisi kecil mengalami kerugian maka kemungkinan akan dibeli oleh perusahaan besar yang nantinya malah berujung pada monopoli media. Yang ketiga, penyelenggara siaran harus membeli pemancar untuk dapat mentrasmisikan ke lembaga multipleks, serta kerugian ekonomis lainnya.
Diluar berbagai permasalahan tersebut, pada intinya masyrakat wajib mendapatkan informasi yang lebih baik, mendidik dan variatif sehingga mereka bisa memilih mana yang cocok dengan pilihan mereka sendiri serta tidak harus membayar ekstra (free to air). Karena itu selama sistem tv digital belum diaplikasikan saatnya bagi stasiun tv terrestrial atau analog saat ini untuk memperbaiki program yang mereka tayangkan. Tak hanya sekedar untuk mendapatkan keuntungan ekonomi semata tapi juga harus memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang layak serta mencerdaskan bangsa. Jangan sampai keserakahan membuat mereka mengorbankan masyarakat. Apalagi frekuensi yang saat ini digunakan para pengusaha media itu adalah milik rakyat sehingga sudah seharusnya mereka memikirkan kepentingan masyarakat.
Sumber : http://komunikasi.us/index.php/course/3288-permasalahan-migrasi-tv-analog-ke-digital-di-indonesia
http://img.hsmagazine.net/2012/04/Unknown-2.jpeg
https://tataldita.files.wordpress.com/2011/05/tv-digital2.jpg